Nomadiqshelters.com – Tak pernah terbayang oleh Athanasia Gusanto, gadis asal Buleleng, Bali, bahwa langkah kecilnya sebagai anak pedagang warung bisa mengantarkannya ke salah satu universitas terbaik dunia di Inggris Raya (United Kingdom).
Read More : Perebutan Puncak Klasemen Porprov Bali 2025, Buleleng Harus Rela Tersingkir!
Atha, begitu ia akrab disapa, berhasil diterima di University of Edinburgh, salah satu universitas paling prestisius yang masuk dalam 10 besar dunia. Ia bahkan menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang diterima di kampus ternama tersebut.
Latar Belakang dan Prestasi Akademik
Atha lahir pada Juni 2003 dan dibesarkan dalam kondisi ekonomi yang terbatas. Namun semangat belajarnya luar biasa. Ia sukses menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) hanya dalam waktu 3,5 tahun dengan predikat cumlaude.
Sebagai penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar-Kuliah (KIP-K), Atha tak berhenti bermimpi. Ia menargetkan melanjutkan studi magister, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Berbekal tekad, ia mendaftar ke lima universitas di Inggris, dan mengejutkan, semua menerima dirinya.
Beasiswa Penuh dari University of Edinburgh
Bahkan sebelum pengumuman resmi diterima kuliah, Atha sudah lebih dulu mendapat tawaran beasiswa penuh dari rektor University of Edinburgh. Beasiswa tersebut mencakup biaya kuliah, tempat tinggal, kebutuhan sehari-hari, hingga riset akademik.
“Saya sampai bingung, kok malah dapat beasiswanya duluan, bukan pengumuman diterima kuliahnya,” kenang Atha sambil tersenyum.
Baca juga: Penyemayaman Api Porprov di Buleleng di Kantor Bupati, Tanda Sportivitas dan Kebersamaan Bali!
Perjuangan Penuh Tantangan
Prestasi akademis Atha tidak datang begitu saja. Ia sering menjuarai lomba debat Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris, hingga mewakili Undiksha di ajang National University Debating Championship. Ia juga pernah melatih tim debat di sekolah-sekolah unggulan Bali.
Selain itu, dunia pageant kampus pun pernah digelutinya dengan gelar Regem Regina dan Putri Undiksha. Namun semua prestasi itu dibarengi perjuangan berat. Atha harus membiayai keluarganya dengan menjadi guru les privat dan penerjemah lepas.
Cobaan terbesar datang ketika ia kehilangan ayah tercinta, tepat sebelum kabar penerimaan beasiswa datang. “Kepergian ayah justru jadi motivasi untuk melangkah lebih jauh dan mengangkat derajat keluarga,” ujarnya.
Cita-Cita untuk Anak Bangsa
Kini, Atha tengah bersiap menempuh studi Master of TESOL (Teaching English to Speakers of Other Languages) di University of Edinburgh, Skotlandia. Ia berencana tetap mengajar secara daring sambil bekerja paruh waktu.
Setelah kembali dari Inggris, Atha bercita-cita mendirikan sekolah atau pusat belajar untuk anak-anak dari keluarga sederhana di Buleleng “Kalau saya bisa, anak-anak lain juga pasti bisa. Saya hanya ingin jadi bukti bahwa pendidikan mampu mengubah segalanya,” harapnya.